Budidaya Temulawak


Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) sejak dulu dikenal sebagai salah satu tanaman obat. Beberapa produk herbal yang laris manis di pasaran pun, sebagian besar menggunakan temulawak sebagai salah satu bahan bakunya. Melihat pasar yang bagus, tanaman ini layak dibudidayakan secara komersial, baik di atas lahan sempit (perkotaan) maupun lahan yang relatif luas di pedesaan.

Sebelum menanam, kita mesti mengetahui terlebih dulu karakteristik tanaman ini. Temulawak merupakan tumbuhan terna (rumpun), berbatang semu, dengan tinggi tanaman sekitar 1-2 meter. Batangnya berwarna hijau atau cokelat gelap.
Bagian yang sering digunakan untuk pengobatan adalah akar rimpangnya. Akar ini terbentuk dengan sempurna, bercabang kuat, dan berwarna hijau gelap.

Mengingat berbagai khasiatnya (lihat Tujuh Manfaat), serta banyak dibutuhkan oleh industri farmasi, temulawak sangat cocok untuk dibudidayakan secara lebih serius. Ia bisa dikelola sebagai usaha sampingan yang menguntungkan, terutama oleh ibu-ibu PKK, baik di pedesaan maupun perkotaan.

Yang penting dipahami adalah syarat tumbuh tanaman ini. Secara alami, temulawak akan tumbuh subur di lahan teduh (terlindung dari sinar matahari). Sebab di alam bebas, rumpun tanaman ini tumbuh liar di bawah naungan pohon bambu atau jati.

Namun, dalam praktik di lapangan, temulawak juga dapat tumbuh dengan baik di tanah tegalan yang notabene terkena sinar matahari secara langsung. Ini menunjukkan kalau tanaman ini mampu beradaptasi dengan berbagai cuaca di daerah tropis.

Usahakan suhu udara di lingkungan tumbuhnya sekitar 19-30 derajat Celcius. Sedangkan curah hujan yang ideal sekitar 1.000-4.000 mm/tahun. Data ini bisa ditanyakan kepada petugas BMG terdekat.

Perakaran temulawak juga dapat beradaptasi pada berbagai jenis tanah, baik tanah berkapur, berpasir, agak berpasir, maupun tanah liat. Hanya saja, penanaman di atas tanah gembur, subur, dan drainasenya baik mampu menghasilkan rimpang yang berkualitas.

Jika tanahnya kurang subur dan kurang gembur, kita bisa mengatasinya dengan menambahkan pupuk anorganik dan organik. Dengan cara ini, kecukupan unsur hara lebih terjamin, sekaligus meningkatkan struktur tanah sehingga lebih gembur.

Temulawak bisa ditanam pada tempat berketinggian 5-1.000 meter dari permukaan laut (dpl). Namun kalau ditanam di dataran tinggi, kandungan minyak atsiri di dalam rimpangnya sedikit.

Itu sebabnya, beberapa ahli merekomendasikan ketinggian 750 m dpl sebagai batas optimal untuk pertumbuhan tanaman. Sementara kandungan minyak atsiri tertinggi dalam rimpang biasanya diperoleh pada penanaman di lahan berketinggian 240 m dpl.

Pembibitan
Temulawak bisa ditanam di lahan tegalan, kebun, atau pekarangan. Jika menggunakan tegalan/kebun, lahan dicangkul sedalam 30 cm sampai tanah menjadi gembur.

Buatlah bedengan setinggi 30 cm (lebar 1,2-2 m), dan jarak antarbedengan 30-40 cm. Buatlah pula lubang tanam di atas bedengan itu dengan ukuran 30 x 30 cm2 dan kedalaman 60 cm. Jarak antarlubang sekitar 60 x 60 cm2. Jika lahan seluas 1.000 m2, kita bisa membuat 2.000-2.500 lubang. Kebutuhan pupuk kandang sekitar 2-2,5 ton. Setiap lubang diberi pupuk kandang sebanyak 1-2 kg.

Untuk bibit, kita bisa membelinya dari pembibit terdekat (mohon ditanyakan ke Dinas Pertanian/Perkebunan terdekat). Kalau tak ada, berarti harus membibitkan sendiri.

Caranya, pilihlah tanaman temulawak yang sudah tua (umur 10-12 bulan). Tanaman ini kemudian dibongkar, dan akarnya dibersihkan dari tanah atau kotoran lain yang menempel.

Pisahkan rimpang induk (rimpang utama) dan rimpang anakan (rimpang cabang). Untuk tanah seluas 1.000 m2, diperlukan 150-200 kg rimpang induk dan 50-70 kg rimpang anakan.

Rimpang induk dibelah menjadi empat bagian, yang masing-masing mengandung 2-3 mata tunas, lalu dijemur sekitar 3-4 jam tiap hari selama 4-6 hari berturut-turut. Setelah itu rimpang dapat langsung ditanam.

Sedangkan rimpang anakan mesti disimpan dulu di tempat lembab dan gelap selama 1-2 bulan, sampai keluar tunas baru. Bibit yang berasal dari rimpang induk memang lebih baik daripada rimpang anakan.

Pembibitan juga bisa dilakukan dengan menimbun rimpang di dalam tanah, lalu meyiraminya dengan air setiap pagi/sore hari sampai keluar tunas. Rimpang yang telah bertunas dipotong-potong, sehingga setiap potongan memiliki 2-3 mata tunas yang siap ditanam.

Penanaman
Penanaman dilakukan secara monokultur (bukan tumpangsari), lebih baik lagi dilakukan pada awal musim hujan, kecuali pada daerah yang memiliki pengairan sepanjang waktu.

Masukkan bibit ke dalam lubang tanam, dengan posisi mata tunas menghadap ke atas. Selanjutnya, bibit ditimbun tanah sedalam 10 cm. Jika ada tanaman yang rusak/mati, boleh diganti oleh bibit cadangan yang sehat.

Penyiraman dilakukan setiap pagi/sore hari, ketika tanaman masih dalam masa pertumbuhan awal. Setelah itu, lihat situasi-kondisi di lapangan. Yang penting diingat, tanah tidak boleh dalam kondisi kering.

Penyiangan terhadap rumput liar dilakukan pada bulan kedua dan keempat, bersamaan dengan masa pemupukan. Penyiangan boleh dikerjakan pagi atau sore, untuk menghindari persaingan makanan dan air.

Jika menggunakan pupuk organik, frekuensinya harus lebih sering daripada pemupukan anorganik. Selepas pupuk dasar di awal pembuatan bedengan, pemupukan berikutnya dilakukan pada umur 2-3 bulan, 4-6 bulan, dan 8-10 bulan. Dosisnya sekitar 2-3 kg per tanaman.

Pada umur 9-10 bulan, tanaman sudah bisa dipanen. Dedaunan atau bagian tanaman yang telah menguning dan mengering biasanya memiliki rimpang besar dan berwarna kuning kecokelatan.

Cara memanennya relatif mudah. Kita tinggal menggali tanah di sekitar rumpun. Selanjutnya, rumpun diangkat bersama akar dan rimpangnya. Panen biasanya dilakukan pada akhir masa pertumbuhan tanaman, yaitu pada musim kemarau. Namun jika tak sempat dipanen pada musim kemarau tahun pertama, sebaiknya dilakukan pada musim kemarau tahun berikutnya.

Mengapa? Sebab pemanenan pada musim hujan akan menurunkan kualitas rimpang, bahkan bisa menyebabkan kerusakan pada rimpang. Usai dipanen, rimpang dicuci dari segala kotoran, selanjutnya ditiriskan. Untuk membuat simplisia, rimpang diiris-iris setebal 7-8 mm, lalu dijemur.

2 comments:

Akhmad Tefur said...

Terima kasih. Info yang sangat bermanfaat.

ace maxs said...

sukses terus dalam budidayanya

Post a Comment

IndoStore Theme

 
Free Host | new york lasik surgery | cpa website design